Tuesday, July 10, 2012

Gak bakal gue beli!



Mulanya saya menganggap hape hanya untuk bicara dan kirim pesan singkat. Namun perkembangan teknologi komunikasi sangat pesat membuat pandangan dan anggapan saya terhadap sebuah merk, model dan kemampuan kerja hape juga berubah. 

Persoalannya uang yang saya miliki tidak sebanding dengan perkembangan dan pertumbuhan hape di pasaran. Orang-orang sudah pakai keluaran terbaru, saya harus puas dengan keluaran dua tiga tahun sebelumnya. Yang penting tidak jadul-jadul banget tapi juga bukan yang terbaru apalagi tercanggih.

Cape juga punya hape selalu dicela. Maka saya  bertekad akan menabung guna meweujudkan hape impian. Demi hape, saya membuat program hentikan jajan, hentikan nonton bioskop dan hentikan beli baju. Bukan mengurangi tapi hentikan! Padahal tempat kerja saya di kawasan pusat perbelanjaan Blok-M. Biasanya saat makan siang, saya tinggal memilih karena  banyak tempat makan di blok M, tapi saya rela membawa bekal dari rumah.Emang sih, membawa bekal dari rumah lebih baik. Tapi membayangkan Soto kudus Blok M, Bakmie Acin, Rumah Makan Menado Catuci, Nasi Padang, terasa sebagai penderitaan. Demi hape terbaru harus kuat!

Dengan tekad, kesabaran dan kedisiplinan, selama 6 bulan terkumpul juga sejumlah uang yang bisa digunakan membeli hape dengan merk ternama dan model terbaru. Terbayang hape yang modelnya manis dan kemampuan kerja ok.

Mulailah saya, suami sambil membawa anak berburu hape di tiap akhir pekan. Dari aneka ITC sampai Roksi Mas kami kelilingi. Saya dan suami juga mencari referensi dari teman dan internet. Ternyata tidak mudah mencari hape sesuai dengan keinginan dan uang yang ada. Model dan kemampuan kerja sudah ok, harganya tidak ok. Giliran harganya cocok, model dan kemampuan kerjanya tidak mendukung.

Sampai satu ketika kami asyik meliht N-Gage. Jujur saya tidak terlalu suka. Bentuknya itu kok aneh yah lebih mirip gameboy ketimbang hape. Soalnya N-Gage ini dilengkapi dengan aneka game. Saya yakin dari bentuknya saja N-Gage ini memang ditujukan bagi penggemar game.

Tapi ini kali yang dibilang berjodoh atau takdir.  Tiba-tiba  N-Gage yang lagi di pegang suami ditarik anak yang semangat ingin  melihat. Hape terjatuh membuat jantung saya ikut jatuh. Ada aturan tak tertulis, pecah berarti membeli. N-Gage jatuh tidak pecah tapi mau tidak mau, suka-tidak suka harus di beli. Akhirnya keputusan membeli bukan lagi didasari model, merk, kemampuan kerja tapi ditentukan oleh anak.
Saat kawan-kawan dikantor melihat N-Gage, semua komentar “Cie..cie gaul banget pakai N-Gage”. Saya cuma senyum dan berkata dalam hati hapeku sayang hapeku malang, kalau gak jatuh, gak bakal gue 

Sabar yang berbuah manis



Dua ekor anjing sama-sama sedang mengais tempat sampah.
“Sobat, pelan dan sabarlah sedikit. Tempat sampah ini jadi berantakan” Ujar si anjing berbulu hitam pekat.
“Tau apa kamu? Sudah berapa hari aku tak makan kenyang!” Jawab si anjing berbulu coklat belang putih. Ia masih terus mengais sampah hingga keluar dari bak sampah.
“Ulah kamu seperti itu, membuat manusia membenci kita!” Ujar si anjing berwarna hitam. Si coklat, menghentikan kegiatannya dan menoleh ke arah si hitam lalu menyalak keras.
“kalau manusia tidak membenci kita? Kenapa aku di buang? Dari kecil aku bersama mereka, aku menjaga rumah mereka, aku menemani anak-anaknya bermain tapi ketika aku tua seperti ini, aku di buang?” Tanya si coklat jengkel. Ia kembali menyalak.

Pahamlah kini si hitam. Pantas si coklat rakus mencari makan. Ia bekas anjing peliharaan. Ia biasa di urus. Saat dilepas di dunia sesungguhnya, ia merasa susah. Si hitam diam dan hanya memperhatikan ulah si coklat. Akhirnya si coklat berhenti mengais.
“Sudah kenyang?” Tanya si hitam
“Mana ada makan makanan sisa kenyang? Dan makanan itu sampah semua!” Jawab si coklat. Si hitam menyalak tinggi, ia tertawa.
“Bagaimana ceritanya kamu sampai dibuang?” Tanya si Hitam
“Ah kamu mau tau saja, kamu sendiri bagaimana bisa ada di jalanan?” tanya si coklat. Si hitam tidak gemuk tapi terlihat kekar. Si Hitam juga terlihat lebih santai namun waspada. Tiba-tiba keduanya medengar suara mengganggu. Telinga keduanya berdiri dan bersiaga. Truk pengangkut sampah  mendekat. Si Hitam berlari menjauh, si Coklat mengikuti.

“Mereka akan memukul atau menendang kita, kalau melihat bak sampah itu berantakan!’ Ujar si Hitam menjelaskan.
“Aku lapar!’ Keluh si Coklat.
“Asal kau berjanji tidak macem-macem, aku akan mengajakmu ke satu tempat. Pemiliknya sangat baik, bila melihatku biasanya ia memanggil dan memberiku makanan”. Ujar si Hitam
“Sungguh? Masih ada manusia yang baik?” tanya si Coklat takjub.
“Manusia tidak ada bedanya dengan kita. Ada yang baik dan ada yang jahat!” Jawab Si Hitam.
Kedua ekor anjing jalan berdampingan, mendekati sebuah rumah mungil berhalaman luas. Si Hitam menggoyangkan pagar dengan tubuhnya lalu duduk di depan pagar menghadap ke rumah. Tak lama keluar seorang perempuan paruh baya, membawa wadah plastik.
“Darimana saja kamu?” Tanya si ibu. Si Hitam tak menyalak hanya mengoyang-goyangkan ekornya. Si Coklat mendekat, menyalak kecil.
“Kamu mengajak kawan? Tunggu saya ambil lagi.’ Ujar si ibu. Setelah meletakan wadah platik di hadapan si Hitam, si ibu berjalan masuk dan membiarkan pintu pagar terbuka. Si Coklat menatap si Hitam.
“Jangan coba-coba masuk. Tempat kita di sini’.Ujar Si Hitam. Si coklat mundur menjauh. Si ibu muncul kembali membawa tempat serupa dengan yang diberikan pada si Hitam. Isinyapun sama. Si Coklat masih ragu mendekat walau si ibu sudah menyodorkan wadah plastik. Kuping Hitam dan Coklat kembali tegak berdiri, ada suara dan aroma jahat tercium.

Sebuah sepeda motor yang dinaiki dua orang berhenti. Yang satu turun dan berbicara sesuatu pada si ibu, tau-tau ia menodongkan pisau.
Hitam waspada dan langsung tahu, si ibu terancam. Tanpa berpikir panjang ia menerjang si penodong dan menggigit tangan yang memegang pisau. Si Coklat menyalak kuat hingga ribut dan mengundang perhatian. Pengemudi motor berusaha melarikan diri tapi truk sampah sudah menghalangi. Si Coklat mengigit celana kaki pengemudi motor.

Petugas pengangkut sampah dan masyarakat mengerumuni keramaian kecil. Si ibu masih syok sementara kedua laki-laki penjahat diam tak berkutik. Dua anjing liar berjaga dengan waspada.
“Ini anjing-anjing ibu?” Tanya petugas sampah. Si ibu diam dan memandang ke arah Hitam dan Coklat yang masih waspada.
“Ya, keduanya peliharaan saya!’ Jawab si ibu.
“Ibu tidak apa-apa? Baiknya ibu masuk juga ajak anjing-anjing ini agar jangan main jauh-jauh. Biarlah kedua bajingan ini kita gelandang ke rumah pak RT.” Ujar petugas sampah sambil menendang salah satu  penjahat yang masih terduduk dan menahan sakit pada tangan yang digigit si Hitam.

Si ibu mengucapkan terima kasih, mengangkat kedua wadah plastik , mengajak Hitam dan Coklat masuk.
“Terima kasih, kalian sudah menjagaku!’ Ujar si ibu sambil duduk di lantai teras. Hitam dan Coklat berbaring dekat si ibu. Coklat menyalak kecil disambut Hitam dengan menyalak juga.
“Apa kataku, masih ada manusia yang baik!’ Ujar Si Hitam
“Kamu benar, tapi aku lapar dan sekarang aku mau makan!’ Jawab si Coklat lalu mendekati wadah plastic yang tadi di bawa si ibu.
“Makanlah, saya masuk dulu. Sekali lagi terima kasih!’ Ujar si Ibu lalu meninggalkan si Hitam dan Si Coklat. Akhir Juni 2012.

MAAFKAN AKU, MEMBIARKANMU MENUNGGU



Sepuluh tahun adalah sebuah rentang waktu yang banyak membawa perubahan bagi tiap indivudu. Bukan hanya secara fisik tapi juga secara emosi kejiwaan dan pengalaman. Terakhir kita bertemu, kita masih remaja yang tak punya tujuan. Kita belum punya ketetapan hati, mau kemana dan menjadi apa? Yah, saat itu kita baru 15 tahun. Baru menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama.

Sepuluh tahun kemudian, bukan saja usia bertambah. Tapi banyak pengalaman hidup yang kita dapat. Dan pengalaman itu membentuk kepribadian dan sifat kita. Dua hal inilah yang menjadi dasar keinginan mengadakan reuni. Aku ingin bertemua kawan-kawan yang dulu pernah bersama-sama dalam kepengurusan OSIS. Aku ingin bertemu kamu yang pernah membuatku menangis, karena menarik buku catatan biologiku hingga robek.

Aku juga ingin bertemu kamu yang selalu mempesonaku dengan coretan puisi di buku PRku. Sungguh hanya itu alasanku mau memprakasi dan mengurus kepanitiaan reuni SMP. Ketika hari ini, acara reuni SMP tersebut kita selenggarakan, aku senang. Kamu masih tetap seperti dulu, bedanya ada kumis tipis di atas bibirmu. Kamu masih tetap irit dalam hal bicara. Tak berbicara jika tak ditanya. Makanya aku terkejut ketika kamu bertanya.

“Aku dengar kamu masih sendiri?” Tanyamu langsung.
“Ngawur, tidak lihat kita ada beramai-ramai?” Jawabku, menutupi perasaan jengah. Aku akan berubah menjadi sensitive jika ada yang mempertanyakan statusku. Usiaku menjelang dua puluh lima tahun. Selesai kuliah, memiliki pekerjaan mampan dan berpenghasilan cukup. Tapi aku tak sukses dalam mebina hubungan.

“Kamu tahu arah pertanyaanku Jingga!” Ujarnya tanpa mengalihkan perhatiannya dari panggung acara.
“Hmm… ya aku masih sendiri”. Jawabku 
“Mengapa kamu tidak mengkonfirmasi pertemenan kita di facebook?” Tanyamu
”Aku tidak terlalu sering on line. Jadi aku juga tidak terlalu memperhatikan siapa-siapa yang mengajakku berteman!’ jawabku apa adanya.

“Apa kamu masih menyimpan rasa itu padaku?” Tanyamu. Jantungku berpacu dengan cepat, ingin marah karena ia tahu apa yang kusembunyikan sepuluh tahun. Tapi aku tak mau ia tahu, dengan penguasaan diri yang selalu di nilai 8 oleh para pelatihku di sekolah kepribadian, aku menatapnya.

“Perlukah aku menyimpan rasa itu?” Aku balik bertanya sambil menatap ke arahnya. Ia berpaling dan menatapku. Bola mata kami bertemu dan bertukar pandang. Ia tersenyum, aku nyaris tersedak. Lembut ia mengusap tanganku.
“Sudahlah. Eh kamu kenal Ninik?” Tanyanya mengalihkan pembicaraan. Thanks God, aku nyaris tak bernafas jika membicarakan topic itu. 

“Ninik mana?’ Tanyaku sambil membetulkan rambut dengan tangan yang kini digenggamnya. Ia melepaskan.
“Ninik, yang biasa menemanimu wisata kuliner, keliling Jakarta kalau akhir pekan.” Jawabnya.

“Kalau tahu, aku kenal Nini, buat apa ditanya? Tapi kamu kenal Ninik dimana?” Tanyaku riang. Aku sudah bisa menguasai perasaanku. Ninik sahabat di tempat kerjaku. Ia dua tahun lebih muda, seperti adik bagiku. Kami berdua sangat cocok karena sama-sama penggemar makanan enak. 
“Ninik tetanggaku. Makanya aku tahu kamu masih sendiri dan tahu masih menyimpan rasa itu untukku”. Jawabnya pelan.
“Ih”. Aku nyaris berteriak tapi langsung kututup mulut dengan telapak tangan.
“Ninik tidak berhak membicarakan aku”. Protesku kesal. Awas, kalau nanti hari Senin bertemu, ancamku dalam hati.

“Jingga, benarkah kamu masih menyimpan perasanmu khusus untukku?” 
“Uh gede rasa kamu”. Jawabku acuh.
“Kita bukan remaja 15 tahun. Aku tidak mencari pacar. Aku tipe orang yang setia. Dari dulu hingga hari ini, pacarku hanya kamu”. Ujarmu serius. Kali ini aku yang tak mau mengalihkan pandangan dari panggung acara. Sisi kiri wajahku sudah memanas, aku tahu kamu menatapku.

“Mengapa kamu tidak pernah berkabar?” Tanyaku dengan nada tertahan. Gemuruh di dadaku bagai gemuruh peringatan akan turunnya hujan deras.
“Jingga, coba baca ini”. Ujarnya sambil memberikan sepotong kertas kumuh. Tanganku gemetar. Aku kenal kertas itu. Dan akupun hafal isi tulisan di kertas itu

“Terlalu pagi bila kita menyusun rencana jangka panjang.
Temui aku jika kamu mencari calon ibu, anak-anakmu”.

“Maafkan aku membiarkanmu menunggu. Aku ingin memberitahumu, aku sudah menemukan calon ibu anak-anakku”. Ucapanmu penuh kelembutan. Tapi membantingku hingga hancur berkeping.

“Dia adalah kamu, Jingga!” Kali ini ia berucap sambil menggenggam erat tanganku. Aku membalas erat geganggamannya dan aku tak akan melepaskannya. Sepuluh tahun terlalu lama untuk menunggu tapi pantas ditunggu untuk sebuah kabar bahagia. 8 Juli 2012. Its my 16 th anniversary.